14 January 2017

Calvaire ( 2004 ) : Kegilaan nan Surreal dari Pelosok Belgia

Calvaire udah nge-set tone unsettling dark humor nya sejak menit pertama lewat adegan pertunjukan musik yang gue duga berlangsung disebuah panti jompo dimana karakter utama kita, Marc Stevens ( Laurent Lucas ) ternyata adalah penampilnya. Ya, Marc adalah seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu cinta cheesy dengan jubah panggungnya yang juga terkesan murahan. Meskipun hanya penyanyi undangan yang bermain di acara-acara  kecil, Marc rupanya cukup populer dan disukai audiensnya, terbukti abis dia nyelesein pertunjukan,  seorang nenek nyelonong menemui Marc dibelakang panggung dan melakukan gestur ajakan seksual haha. Marc dengan awkward menolaknya yang langsung membuat nenek itu memaki dirinya sendiri. Adegan ini seperti ngasih tau apaan yang akan gue liat : sebuah unsettling dark comedy yang nantinya mungkin akan di mix ama atmospheric-horror.  

Abis itu, diceritain Marc langsung melanjutkan tur-kecil nya ke daerah selatan untuk tampil di sebuah acara natal. Ditengah perjalanan, ketika nyampe di sebuah hutan berkabut nan terpencil, tiba-tiba aje mobil Marc mogok. Untungnya, saat sedang kebingungan, datang seorang warga sekitar ( Boris ) yang meski berperilaku aneh, mau membantu mengantarkan Marc ke sebuah rumah penginapan terdekat. Bartel, ( orang tua pemilik rumah penginapan ) segera menyambut Marc dengan ramah. Malam yang cukup sial itu sepertinya akan dilewati Marc dengan menginap di penginapan itu sambil menunggu mekanik datang untuk memperbaiki mobilnya. 

Tapi kita sedang menonton sebuah film yang kedefinisi sebagai horror, dimana segala sesuatu tidak sebaik kelihatannya bukan? hehe.



Bener aje. Lama ditunggu, mekanik tak juga kunjung datang. Bartel yang awalnya seperti tuan rumah yang menyenangkan dengan menghidangkan makanan dan senang menceritakan joke, mulai nunjukin gejala ketidakstabilan mental ketika dia bercerita tentang istrinya ( Gloria ) yang telah lama menghilang. Keadaan semakin terasa tidak beres untuk Marc ketika secara tak sengaja dia menyaksikan hal yang membuatnya terkejut : sekelompok pria desa ( hillbillies ) berada di sebuah kandang sapi, sedang memaksa salah satu teman mereka untuk bercinta dengan seekor babi!  


Rilis di tahun 2004 ketika slasher/torture porn sedang booming dengan film-film macam Saw, Hostel, Wrong Turn, Haute Tension, Cabin Fever dll, film debut sutradara asal Belgia, Du Welz ini menderita cukup banyak review negatif. Gue duga salah satu penyebabnya adalah promosi salah yang menyebut film ini sebagai 'brutal as hell' membuat penonton kemudian berekspektasi mendapatkan sesuatu yang similiar ama judul-judul diatas ( blood, gore and mindless violence ). Padahal, meskipun plot diparuh pertamanya ( middle of nowhere, mobil mogok, penginapan, orang aneh dll )  seperti mengindikasikan Calvaire akan berada diranah yang sama, tapi secara keseluruhan ini jelas sajian yang sangat berbeda. 

Alih-alih berjumpa dengan psikopat yang memakai topeng kulit dan nenteng gergaji mesin, Marc terjebak dirumah orang tua kesepian-sinting yang mengikatnya, mencukur rambutnya, memakaikan rok wanita, menyalibnya, lalu mengajaknya berbincang-bincang seakan-akan dia adalah sang istri yang telah lama hilang. Lebih buruknya, semua warga desa terpencil itu ternyata memiliki ketidakwarasan yang sama dan bahkan mampu ngelakuin hal-hal yang lebih buruk, seperti..menyodominya beramai-ramai! 

Dengan objek-penderita yang cuma satu, Calvaire memang sejak awal tidak berniat ngasih kita sajian gorevaganza bertabur body-count masif dan memilih untuk memutar setirnya ke ranah psikologikal dengan balutan kuat atmosfir unsettling-absurd yang secara aneh menghasilkan komedi-gelap nan tragis. 

Salah satu adegan paling bizarre dalam Calvaire

Dari segi cerita, Du Welz sepertinya ingin berbicara tentang kesepian dan derita-kehilangan yang di satu titik kepedihannya mampu menghilangkan kewarasan dan menghadirkan horror untuk orang lain ( btw, film kedua Du Welz 'Vinyan' ( 2008 ), juga memiliki tema yang sama ). Ide ini sedikit banyak terasa similiar ama 'The Eyes of My Mother' dimana kesepian akut dan derita kehilangan secara perlahan ngerubah gadis kecil Francisca menjadi seorang psikopat. Nah bedanya, dalam Calvaire, tragedi itu menimpa satu desa dan membuat seluruh warganya menjadi sinting, menganggap seorang pria pendatang sebagai istri mereka yang menghilang entah kemana haha. Film lain yang teringat dibenak gue saat menonton ini adalah Misery, terutama dibagian interaksi thrilling Marc dengan Bartel dan Deliverance untuk bagian kebrutalan hillbillies yang melibatkan bestiality dan sodomi nya. Sementara itu, kalo kalian adalah tipe penonton yang senang memikirkan maksud tersembunyi dari sebuah film, pemilihan judul 'Calvaire' ( yang berarti 'cobaan berat' ), profesi karakter utama kita yang seorang penghibur, serta tampilnya simbol teologi di beberapa scene, cukup menggoda untuk diinterpretasi lebih jauh.  


Overall, Calvaire awalnya terasa membosankan dengan feel semi-arthouse, tempo yang cenderung lambat dan tensinya yang kurang ketat. Bagian openingnya lebih mirip dokumenter, sementara bagian pertengahannya memiliki struktur yang sama dengan tipikal cheesy-horror ala hollywood,  

Namun kegilaan di bagian akhirnya ngasih pengalaman surreal nan mengguncang dan membuat gue terpaku bahkan ketika film udah munculin credit-title nya. Filmnya bahkan terasa lebih asik dikesempatan menonton yang kedua kalinya. 

Selain itu, pergerakan kamera Benoit Debie ( yang juga kameramen 'Irreversible' ( 2002 ) menjadi poin penting lain dari Calvaire, dimana pada satu adegan, kameranya berputar putar dengan cepat mengelilingi 3 karakter, sementara diadegan lainnya seperti melayang-layang untuk menangkap semua kegilaan yang terjadi. 

Untuk penggemar euro-extreme dan eksentrik horror fans yang nggak masalah dengan minimnya jumlah muncratan darah serta sedang mencari sesuatu yang aneh, atmospheric dan unik, Calvaire cukup gue rekomendasikan. 

SCORE!

No comments:

Post a Comment